Rabu, 23 November 2016

PPT Labeling kemasan susu bubuk











Penyakit Pascapanen yang Menyerang Buah Pisang


Penyakit Pascapanen yang Menyerang Buah Pisang

Kualitas buah pisang di Indonesia kadang kurang baik, yang disebabkan oleh panen tidak tepat waktu (kematangan tidak memenuhi syarat), kurangnya perawatan tanaman dan buruknya penanganan dikebun dan selama pengangkutan yang mengakibatkan kerusakan mekanis dan memberi peluang infeksi mikroorganisme penyebab busuk pasca panen lebih besar. Selain mikroorganisme yang masuk ke dalam buah melalui luka, serangan busuk buah juga sudah dimulai penetrasinya sejak buah masih di pohon.

Mikroorganisme yang telah melakukan penetrasi   tersebut   adalah  Colletotrichumsp,   yang kemudian berada dalamkeadaan laten, dan spora berkecambah saat buah menjadi matang. Pada umumnya busuk pada pisang di Indonesia adalah antraknos, tiprot, dan  crownrot. Antraknos pada pisang menyerang permukaan buah, pada awalnya berupa bintik-bintik coklat, kemudian makin melebar, cekung, kemudian muncul spora berwarna merah bata di tengah noda tersebut. Semakin lama bintik-bintik tersebut saling menyambung dan  penampilan buah menjadi buruk. Antraknos muncul setelah buah matang kemudian  menyebar dengan cepat, dan dalam 2-3 hari permukaan kulit buah telah rusak.

Antraknos   disebabkan oleh infeksi laten Colletotrichum sp yang telah menginfeksi buah sejak di kebun. Serangan crown rot pada buah pisang Raja Bulu dipengaruhi oleh cara penanganan buah, lokasi dan tempat pemasarannya. Buah yang diambil langsung dari kebun, kemudian mendapat perlakuan hati-hati dan bersih, pada bagian crown hanya terserang oleh Colletotrichum sp dan Rhizopus sp. Selanjutnya, mulai dari pedagang pengumpul, pasar tradisional dan pasar swalayan mengalami penambahan mikroorganisme perusaknya. Yaitu terdapat Botryodiplodia sp, Fusarium sp. dan Penicillium sp. (Murtiningsih,  etal., 1995). Hal ini memperlihatkan bahwa, buah pisang yang mendapat perlakuan hati-hati dan terjaga kebersihannya selama penanganan dapat mencegah infeksi mikroorganisme.

Busuk pada crown banyak terjadi pada buahpisang yang ditransportasikan dalam bentuk sisiran, karena infeksi lebih mudah berlangsung dan umumnya buah tidak mendapatkan perlakuan   pencegahan terhadap infeksi. Infeksi yang masuk melalui crown dapat menjalar   sampai pangkal buah, bahkan seluruh buah hingga menyebabkan buah rontok.










DAFTAR PUSTAKA
Murtiningsih, Sulusi Prabawati dan Imam Muharjir.1995. Kapang Penyebab busuk crown pada pisang Raja Bulu

Senin, 07 November 2016

Makalah Labeling kemasan susu bubuk






LABELING DALAM KEMASAN SUSU BUBUK

 




Disusun Oleh :
NAMA : ROGOJATI MUHAMMAD.CS
NIM : 14031032

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
FAKULTAS AGROINDUSTRI
PRODI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
2016
 













 

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAH .................................................................................     1
DAFTAR ISI ...................................................................................................        1

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................        2
Latar Belakang ..................................................................................................        2
Tujuan ...............................................................................................................        2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................       3
Labeling .............................................................................................................        3
FUNGSI LABEL PRODUK PANGAN ............................................................        5
Pencantuman label .............................................................................................        6
Jaminan Produk Halal bagi yang Dipersyaratkan .................................................        8  
Labelisasi Halal ..................................................................................................        8

BAB III ............................................................................................................        9
KESIMPULAN .................................................................................................       10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................        11












BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
            Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama daripada susu cair dan tidak perlu disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Pada produk susu bubuk memiliki berbagai jenis pengemasan yang dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya,  untuk melindungi produk.
                Perlindungan diperlukan untuk sebagian atau hampir keseluruhan dari produk yang dikemas agar mendapatkan nilai tambah, untuk promosi penjualan dan kepuasaan pemilik juga untuk mendapatkan profit secara jangka panjang dan  pendek. Hal ini berkaitan dengan ketahanan kemasan. Ada dua faktor yang mempengaruhi yakni, faktor extern dan faktor  intern. Faktor extern yang mempengaruhi ketahanan dari kemasan adalah iklim, transportasi, gas, air dan serangga. Sedangkan faktor intern yang mempengaruhi ketahanan dari kemasan adalah bahan pengemasnya sendiri, produk yang dikemas dan kandungan mikroba di dalam kemasan serta bahan pangan yang dikemas.
Kedua faktor ini sangat erat sekali hubungannya dengan keadaan produk yang dikemas sehingga perlu mendapatkan perhatian agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti nilai tambah produk hilang, kontaminasi dengan zat-zat kimia, udara dan bakteri, profit atau laba menurun, keinginan konsumen tidak tersampaikan, kerusakan atau pengembalian produk dan kelancaran transportasi tidak baik (Sutedja, 1987).

1.2              Tujuan
Mengetahui fungsi label dalam produk pangan dan peraturan sesuai Undang-undang Pememrintah tahun 2012 Pasal 96 (1) Pemberian label Pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk Pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi Pangan. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan asal, keamanan, mutu, kandungan Gizi, dan keterangan lain yang diperlukan dalam labeling pengemasan.


 

BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Labeling


Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku, bahan tambahan komposisi, informasi gizi, tanggal kedaluwarsa, isi produk, dan keterangan legalitas. Pemberian label Pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk Pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi Pangan. Berdasarkan UU Pasal 96 (1) Pemberian label Pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk Pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi Pangan.
Infomasi terdepan dari suatu produk pangan yang dinilai oleh konsumen adalah semua informasi yang tercantum dalam label yang terdapat pada kemasan pangan. Konsumen akan menentukan apakah akan membeli produk tersebut atau tidak setelah meneliti informasi yang termuat pada label. Akan tetapi kesadaran untuk membaca label sebagaimana tertuang dalam Pesan Dasar Gizi Seimbang khususnya di kalangan masyarakat Indonesia masih perlu ditingkatkan.
Adapun label sebagai sejumlah keterangan yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui apakah produk mengandung unsur-unsur yang diharamkan atau membahayakan bagi kesehatan adalah sebagai berikut:

A.    Keterangan Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang tidak digunakan sebagai bahan utama yang ditambahkan dalam proses teknologi produksi. Kebanyakan produsen tidak merinci jenis bahan-bahan tambahan yang digunakan. Biasanya digunakan istilah-istilah umum kelompok seperti stabilizer (jenis bahan seperti bubuk pati dan dextrin dan lainya yang dapat menstabilkan dan mengentalkan makanan dengan suhu kelembaban yang lebih tinggi), pewarna, flavor, enzim (senyawa protein yang digunakan untuk hydrolysis atau sintetis bahan-bahan organik yang digunakan untuk bahan makanan), antoi foaming, gelling agent, atau hanya menyantumkan kode Internasional E untuk bahan tambahan.

B.     Komposisi dan Nilai Gizi
Label yang menunjukan secara umum informasi gizi yang diberikan adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak, vitamin dan mineral.
                 
C.    Batas Kadaluwarsa
Sebuah produk harus dilengkapi dengan tanggal kedaluwarsa yang menyatakan umur pemkaian dan kelayakan pemakaian atau penggunaan produk. Menurut PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan Pasal 27, “Baik digunakan sebelum tanggal sesuai dengan jenis dan daya tahan produk yang bersangkutan”. “Dalam hal produk pangan yang kedaluwarsa lebih dari tiga bulan dibolehkan hanya mencantumkan bulan dan tahun kedaluwarsa saja”.

D.    Keterangan Legalitas
Keterangan legalitas memberikan informasi bahwa produk telah terdaftar dibadan pengawasan obat dan makanan (Badan POM ), berupa kode nomor registrasi. Kode MD dan SP adalah untuk makanan lokal dan ML untuk makanan impor. Namun masih banyak produk yang berlabel halal, akan tetapi tidak terdaftar sebagai produk yang telah disertifikasi halal, hal ini khususnya produk yang berkode SP atau tidak berkode sama sekali.
Untuk produk-produk sperti itu, maka pengetahuan konsumen yang menentukan apakah diragukan kehalalanya atau tidak, jika ragu-ragu maka sikap yang terbaik adalah tidak membeli produk yang diragukan kehalalanya.
Di samping itu, ada beberapa macam label dalam kemasan produk berdasarkan fungsinya. Secara spesifik yang mempunyai pengertian berbeda antara lain:
1.      Label produk (product label) adalah bagian dari pengemasan sebuah produk yang mengandung informasi mengenai produk atau penjualan produk.
2.      Label merek (brand label) adalah nama merek yang diletakkan pada pengemasan produk.
3.      Label tingkat (grade label) mengidentifikasi mutu produk, label ini bisa terdiri dari huruf, angka atau metode lainya untuk menunjukkan tingkat kualitas dari produk itu sendiri.
4.      Label diskriptif (descriptive label) mendaftar isi, menggambarkan pemakaian dan mendaftar ciri-ciri produk yang lainya.
Pemberian label merupakan elemen produk yang sangat penting yang patut memperoleh perhatian seksama dengan tujuan untuk menarik para konsumen.
2.2       FUNGSI LABEL PRODUK PANGAN
Informasi nilai gizi diharapkan dapat dimanfaatkan konsumen dalam melakukan pemilihan yang bijak terhadap produk pangan, terutama yang berkenaan dengan kandungan zat gizi di dalamnya sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat yang sama pihak produsen berkesempatan untuk menyampaikan informasi zat gizi yang terkandung dalam produknya yang kemungkinan merupakan keunggulan produk tersebut dibanding produk lainnya yang telah ditetapkan.
Dari segi kesehatan label produk pangan sangat bermanfaat dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang memerlukan pengendalian asupan zat gizi. Misalnya penderita diabetes dapat mengatur jumlah asupan kalori dengan memperhatikan jumlah energy suatu produk pangan, begitu juga dengan penderita hipertensi dapat mengatur jumlah asupan natrium dengan memperhatikan jumlah yang tercantum dalam label (BPOM, 2009).
Salah satu manfaat pencantuman informasi yang benar pada label dan iklan adalah untuk memberikan pendidikan kepada konsumen tentang hal yang berkaitan dengan pangan. Informasi penting yang umum disampaikan melalui label dan iklan tersebut antara lain berupa bagaimana cara menyimpan pangan, cara pengolahan yang tepat, kandungan gizi pada pangan tertentu, fungsi zat gizi tersebut terhadap kesehatan, dan sebagainya (Hariyadi, 2005).
Menurut BPOM (2005) pelabelan pada produk makanan dapat melindungi konsumen dari peredaran dan penggunaan pangan fungsional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi.

2.3              Pencantuman label sesuai Perturan Pemerintah nomor 18 tahun 2012
Pasal 97 (1) Setiap Orang yang memproduksi Pangan di dalam negeri untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan. (2) Setiap Orang yang mengimpor pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan pada saat memasuki wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Pencantuman label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia serta memuat paling sedikit keterangan mengenai :
a)      nama produk;
b)      daftar bahan yang digunakan;
c)      berat bersih atau isi bersih;
d)     nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor;
e)      halal bagi yang dipersyaratkan;
f)       tanggal dan kode produksi;
g)      tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa;
h)      nomor izin edar bagi Pangan Olahan; dan
i)        asal usul bahan Pangan tertentu.
Konsumen berhak memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan serta perdagangan panngan memerlukan kepastian hokum, jujur dan bertanggung jawab maka penerapan pencantuman informasi nilai gizi telah diatur dalam suatu acuan yaitu Peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor H.K.00.06.51.0475 tahun 2005 tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi (BPOM, 2009).
Adapun Ketentuan Pencantuman Informasi Nilai Gizi adalah sebagai berikut :
1.      Informasi yang wajib dicantumkan :
Takaran saji adalah jumlah produk pangan yang biasa dikonsumsi dalam satu kali makan, dinyatakan dalam ukuran rumah tangga yang sesuia untuk produk pangan tersebut. Ukuran rumah tangga meliputo antara lain sendok the, sendok makan, sendok takar, gelas, botol, kaleng, sachet, keeping, buah, biji, potong, iris dan harus diikuti dengan jumlah dalam satuan metric (mg, g, ml).
Jumlah saji per kemasan menunjukkan jumlah takaran saji yang terdapat dalam satu kemasan pangan.
Catatan kaki merupakan informasi yang menerangkan bahwa persentase AKG yang ditunjukkan dalam Informasi Nilai Gizi dihitung berdasarkan kebutuhan energy 2000 kkal. Catatan kaki tidak perlu dicantumkan untuk pangan yang ditujukan bagi anak berusia 6-24 bulan dan pangan yang ditujukan bagi anak berusia 2-5 tahun.

2.       Zat gizi yang diwajibkan dicantumkan :
·         Energi total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG.
·         Lemak total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG.
·         Protein, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG.
·         Karbohidrat total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG.
·         Natrium, dinyatakan dalam mg dan presentase AKG.

3.      Zat gizi yang wajib dicantumkan dengan persyaratan tertentu. Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut :
a.    Produk pangan mengandung zat gizi tersebut dalam jumlah tertentu, atau
b.      Zat gizi tersebut dipersyaratkan untuk ditmabah atau difortifikasi pada pangan, atau
c.       Pangan yang bersangkutan memuat klaim yang berkenaan dengan zat gizi tersebut.
Beberapa zat gizi tersebut antara lain : energy dari lemak, lemak jenuh, lemak trans, kolesterol, serat pangan, gula, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi.

4.      Zat gizi lain yang dapat dicantumkan (sukarela). Beberapa zat gizi tidak wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi, namun jika akan dicantumkan, maka harus memenuhi ketentuan antara lain : energy dari lemak jenuh, MUFA, PUFA, kalium, sera pangan larut, gula alcohol, karbohidrat lain, vitamin, mineral dan zat gizi lain.

5.      Format Informasi Nilai Gizi pada label pangan meliputi antara lain bentuk, susunan informasi dan cara pencantuman.
(BPOM, 2009).

2.4              Jaminan Produk Halal bagi yang Dipersyaratkan
Sesuai dengan perturan Pemerintah Pasal 95 yang menyebutkan (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan terhadap Pangan. (2) Penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.5              Labelisasi Halal
Sertifikasi halal dan labelisasi halal merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal. Hasil dari kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikat halal apabila produk yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai produk halal. Sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang mempunyai otoritas untuk melaksanakannya.
Tujuan akhir dari Sertifikasi halal dan labelisasi halal merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal. Labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal.

Di Indonesia lembaga yang otoritatif melaksanakan Sertifikasi Halal adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara teknis ditangani oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM). Sedangkan kegiatan labelisasi halal dikelola oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
Dalam pelaksanaannya di Indonesia, kegiatan labelisasi halal telah diterapkan lebih dahulu sebelum sertifikasi halal. Di Indonesia peraturan yang bersifat teknis yang mengatur masalah pelabelan halal antara lain keputusan bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama RI No. 427/Men.Kes/SKBMII/1985 (No.68 Tahun 1985) Tentang Pencantuman Tulisan Halal Pada Label Makanan.
Definisi halal seperti dalam Halal Consumer Magazine (2008) yang dipublikasikan oleh the Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA) dalam bahasa Arab (sebagaimana tercantum dalam Kitab suci Al-Qur’an) adalah sah menurut hukum atau diijinkan. Lawan dari halal adalah haram, yang berarti melarang atau terlarang. Kondisi halal dan haram adalah bisa diterapkan bukan saja ke makanan tetapi juga produk lain, kebiasaan dan aksi.




                                                          
BAB III
KESIMPULAN

3.1       Kesimpulan
                                    Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku, bahan tambahan komposisi, informasi gizi, tanggal kedaluwarsa, isi produk, dan keterangan legalitas. Pemberian label Pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk Pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi Pangan.







DAFTAR PUSTAKA

BPOM, 2009. Informasi Nilai Gizi Produk Pangan, Manfaat dan Cara Penggunaan.http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/InfoPOM/0509.pdf. Diakses 29 Oktober 2016

Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Tanya Jawab Seputar Produksi Halal, (Jakarta: Departemen Agama, 2003). Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007).

The Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA), Halal Consumer Magazine (2008).

Sutedja, 1987. Perancangan Kemasan.Hyatt regency.Surabaya